Newest Post
// Posted by :atsuko's world
// On :Sunday, October 4, 2015
Tut.....tut.....tut.....tut.....tut.....tut
Makio melempar smart phonenya ke
atas ranjang, kesal karena Sharie tak kunjung menganggkat panggilannya. Terakhir
kali mereka bicara melalu telepon Sharie memutuskan sambungan tiba-tiba setelah
berkata 'She is back'.
"What the meaning of this?" gumam
Makio.
Lelah memikirkan hal yang tidak
dimengerti olehnya, Makio hanya mampu berguling-guling di ranjang sebelum
akhirnya bangkit dan memakai jaket miliknya.
"Saatnya
menghirup udara segar." seru Makio keluar dari apartement miliknya dan
turun ke bawah.
Cuaca hari ini sangat cerah,
orang-orang terlihat bersemangat menjalani segala aktivitas mereka. Makio juga
demikian, dia terus melangkahkan kakinya sembari bersiul dengan kedua tangan di
saku jaketnya.
step by step, step by step
Tidak berfikir harus kemana,
Makio hanya mengikuti kemana kakinya akan membawanya.
"Seharusnya
aku tidak ke sini." gumam Makio melihat ke depan. Kakinya membawanya
kemari, ke rumah Nakahara atau lebih tepatnya tempat yang dulunya menjadi rumah
Nakahara, setidaknya sebelum kejadian itu.
"Membuatku
teringat tahun-tahun yang pernah kami lewati bersama. Saat itu begitu
menyenangkan, ah... aku benar-benar merindukannya." seru Makio sebelum
akhirnya terduduk dan menangis.
Makio bertahan dalam posisi
seperti itu selama beberapa menit, menghiraukan orang-orang yang lalu lalang di
depannya, mengacuhkan tatapan aneh mereka. Setelah dirasa puas, Makio bangkin
dan pergi.
***
Nakahara mengetuk-ketukkan
jarinya ke meja. keningnya berkerut karena berfikir keras.
"Aku rasa
aku mengingat sesuatu." kata Nakahara. dirinya dan Seiko masih di tempat
yang sama, dapur. Masih membicarakan hal yang sama, ingatan Nakahara.
"Dan apa
itu?" tanya Seiko penasaran.
"Makan
malam. bukankah kita akan mengadakan makan malam dengan Aerish-nee dan
Popuri?" kata Nakahara. Seiko terdiam sejenak, wajahnya menampakkan
kesedihan yang teramat sangat.
"Ya, kau
benar, tapi makan malam itu tidak pernah terlaksana." suara Seiko
terdengar begitu lesu.
"eh?
kenapa? Bukankah makan malam itu sangat penting bagi kita. Setelah sekian lama
sibuk dengan pekerjaannya Aerish-nee akhirnya bisa meluangkan waktunya untuk
kita, dan Popuri, akhirnya pulang setelah bertahun-tahun sekolah di luar
negeri."
"Yah, aku
tahu, ibu juga menyayangkan hal itu." kata Seiko.
"Apa
mereka tidak jadi datang?"
"Mereka
datang, walau memang sedikit terlambat." Seiko terdiam lagi untuk beberapa
saat. Tiba-tiba ruangan terasa begitu panas dan sesak. Nakahara yang
menyadarinya segera bangkit dari kursi dan melihat sekeliling. berbeda dengan
anaknya, Seiko hanya terduduk tenang.
"kenapa
disini panas sekali."
"Ah.. ibu
benar-benar ingin memaafkanmu tapi sangat sulit." kata-kata Seiko menarik
perhatian Nakahara. "Aku tidak habis pikir, kenapa harus Aerish dan Popuri
yang pergi dan bukannya kau? Dan betapa sulitnya menemui mereka!" lanjut
Seiko meninggikan nada suaranya.
"ibu? apa
yang kau bicarakan?"
"Saat semuanya
sudah sempurna! You and that brat!"
suhu dalam ruangan semakin panas tapi Nakahara tidak memperdulikannya. Dia
lebih ketakutan melihat kondisi Seiko. Perlahan darah keluar dari perut,
pinggang, dada dan mulut Seiko. Seakan terbuat dari lilin, kulit Seiko meleleh
karena suhu ruangan yang tinggi. mereka seperti dikepung dengan api. tercium
bau daging matang.
"this is... this is a dream, this is a dream,
this is a dream." Nakahara mengulang kata yang sama seperti sedang
membaca mantra.
"Ini
bukan mimpi sayang." Kini seluruh tubuh Seiko sudah gosong sehitam arang
yang baru terbakar. Nakahara yang ketakutan akhirnya berlari meninggalkan dapur
dan keluar rumah, namun dia tersandung dan terjatuh tepat di depan pintu agar
rumahnya.
"Ugh..."
kepala Nakahara kembali terasa nyerri.
"Naka-chan?"
Nakahara menganggkat kepalanya dan melihat si pemilik suara. Sharie dan satu
lagi orang asing di belakangnya, dia terlihat gelisah.
"Sharie?"
"Apa yang
sedang kau lakukan di sini?"
"aku...
aku..." Nakahara tidak mampu berkata-kata, dia berbalik untuk melihat
rumahnya yang ternyata hanyalah reruntuhan dari bangunan yang habis terbakar. yah,
reruntuhan itu dulunya adalah rumah Nakahara.
"Ibu...
tadi ibu..." Nakahara semakin tidak mengerti.
"Maafkan
aku, aku tidak sempat memberitahumu mengenai Seiko-san. dia... dia sudah
meninggal dalam kebakaran dua tahun lalu." kata Sharie sembari membantu
Nakahara berdiri.
"Itu
tidak mungkin." kata Nakahara sebelum dunianya menjadi gelap dan dia
kembali terjatuh ke tanah.
To be
continue...