Newest Post
// Posted by :atsuko's world
// On :Sunday, October 4, 2015
"Sharie! Sharie!"
Nakahara mengeraskan suaranya, berusaha membangunkan sahabatnya yang seperti
terjebak dalam mantra. Sedari tadi dia hanya diam. Sebelumnya, Sharie menatap
Nakahara seperti layaknya melihat hantu, tapi kini yang dilakukannya hanya
membeku di tempat.
"Sharie!" kali ini
teriakan Nakahara berhasil menyadarkan Sharie.
"Na-Naka-chan, apa itu
benar-benar kau?" tanya Sharie dengan suara yang bergetar.
"Tentu saja ini aku, memang
siapa lagi?" Nakahara tersenyum mendengar pertanyaan sahabatnya itu. Diperhatikannya
Sharie lekat-lekat, dia terlihat lebih mature
dari kali terakhir mereka bertemu. Tunggu, kapan kali terakhir mereka bertemu?
mungkin sekitar tiga hari yang lalu. Ah... Nakahara merasa sangat kesulitan
dalam mengingat sesuatu semenjak keluar dari tempat itu.
"Aku... aku tidak percaya
dengan apa yang kulihat." kali ini mata Sharie mulai berkaca-kaca dan
gadis itu memeluk Nakahara sekuat yang dia bisa, seakan takut kehilangannya.
"Ada apa? Kenapa kau aneh
begini? Apa kau sedang sakit? hm? Apa ada yang mengganggumu? Katakan padaku,
akan aku urus mereka semua!" celoteh Nakahara sembari mengelus punggung
sahabatnya yang kini sedang menangis.
"Tidak, aku tidak apa-apa
aku hanya senang melihatmu." Sharie menggelengkan kepala sembari mengusap
matanya yang basah. Kini dia sudah melepaskan pelukan mautnya.
"Tentu saja, siapa yang
tidak senang melihatku?" kata Nakahara menggoda.
"Yah, ini sudah dua tahun
lamanya." Sharie tersadar, betapa dia merindukan sikap Nakahara yang
seperti ini sampai-sampai tidak memperhatikan ekspresi nakahara mendengar
kata-katanya
"Tunggu, apa maksudmu dua
tahun? bukankah kita baru bertemu beberapa hari yang lalu? apa kau sedang
mabuk?" kata Nakahara keheranan.
"beberapa hari? ini sudah
dua tahun sejak kau menghilang Naka-chan!" kata Sharie mulai terrlihat
khawatir dengan sahabatnya itu. "Apa kau baik-baik saja? apa terjadi sesuatu?
kau terlihat kebingungan, dan dimana saja kau selama ini?" Nakahara berusaha
mencerna setiap pertanyaan Sharie. Tapi semakin dia mencoba, kepalanya semakin
terasa sakit.
"Ugh!" Nakahara
memegang kepalanya dengan kedua tangan karena sakit yang teramat sangat.
"Naka-chan!"
"Tidak, aku tidak apa-apa
Sharie. Mungkin sebaiknya aku pulang." dengan terhuyung-huyung, Nakahara
mulai mengambil langkah.
"Naka-chan!" Nakahara
terlalu bingung untuk mendengar panggilan Sharie. " Aku belum
memberitahumu mengenai Reiko-san!" namun kini Nakahara sudah hilang di
tengah kerumunan.
"Sigh, apa dia akan
baik-baik saja." gumam Sharie sebelum #BUKK dia menabrak seseorang.
"Oh, maafkan aku."
Sharie cepat-cepat meminta maaf walau tidak tahu pasti siapa sebenarnya yang
salah.
"Kau sebaiknya tidak berurusan
dengan gadis itu." kata seseorang yang ditrabak Sharie. Sharie mengamati
si pemilik suara itu, seorang gadis dengan hoodie yang menutupi sebagian
wajahnya. dia terlihat sangat suram.
"Maaf kau siapa? dan apa
maksud kata-katamu barusan?
***
Kepalanya masih berdenyut, tapi Nakahara memaksa tubuhnya
untuk terus melangkah. Semakin dipikir, semakin bingung Nakahara dibuatnya.
Kata-kata Sharie. Apa maksudnya dua tahun? Apa dia memang pergi selama itu? Tapi
Nakahara juga tidak bisa memastikannya karena dia sendiri tidak mengingat
kejadian sebelum dia terbangun di tempat asing itu.
Kalau diamati, mungkin ada benarnya juga. Nakahara baru
sadar bahwa terdapat banyak bangunan baru yang tidak pernah dia lihat
sebelumnya. Nakahara berfikir mungkin memang benar dua tahun. tapi kenapa
Nakahara tidak mengingat apapun? dan Seiko, ibu Nakahara tidak mengatakan
apapun soal ini. Padahal, biasanya Seiko selalu marah jika Nakahara pulang
terlambat tanpa memberi kabar.
"Mungkin akan kutanyakan
nanti." guamam Nakahara.
berjalan sembari berfikir membuat Nakahara tidak menyadari
bahwa dia sudah sampai di depan rumahnya. Bangunan yang kini berdiri di
hadapannya terlihat sama, sepi dan sunyi.
"Ibu, aku pulang!"
teriak Nakahara membuka pintu depan, Namun tidak ada jawaban. "Ibu? apa
ibu dirumah?" Nakahara berjalan menuju dapur mencari sosok ibunya.
"ibu? ibu!" Nakahara
berlari setelah melihat sosok Seiko yang terbaring di lantai dapur berlumuran
darah. Terdapat tiga luka tusuk, masing masing di perut, pingganng dan dada.
"oh... tidak. apa yang
terjadi... oh... tidak..." Panik, Nakahara tidak tahu harus berbuat apa. "Ibu,
bertahanlah, aku akan memanggil ambulance." Nahakara menekan nomor darurat
namun tidak ada jawaban. Diulanginya beberapa kali namun hasilnya tetap sama. Karena
sibuk dengan panggilan darurat, Nakahara tidak menyadari terdapat api yang
entah bersumber dari mana.
"Api? kenapa bisa ada
api?!" bukannya membantu, api malah membuat Nakahara makin panik. Kemudian
Nakahara teringat, mereka memiliki beberapa extinguishers di rumah. Nakahara
hendak mengambilnya tapi sebelum dia mengambil langkah pertamanya, sesuatu
memengang kakinya hingga membuat Nakahara terjatuh. penasaran dengan apapun
yang memegang kakinya, Nakahara melihat sebuah tangan melingkar di sana.
tangan Seiko memegang erat pergelangan kaki Nakahara,
matanya yang mengeluarkan darah menatap tajam Nakahara. kemudian api membesar
dan melahap semuanya.
#GASP
Nakahara terbangun dari tidur singkatnya. Keningnya
berkeringat dan nafasnya sesak, seolah baru saja menghirup asap yang banyak.
"Kau sudah bangun?"
suara Seiko mengambil perhatian Nakahara dari mimpi buruknya. "Kau
seharusnya tidak tidur di dapur." Seiko yang sedang mencuci piring berkata
dengan senyum diwajahnya.
"Aku ketiduran." jawab
Nakahara singkat.
"Katanya kau mau
bekerja?" tanya Seiko, kali ini dia sudah selesai mencuci piring dan kini
duduk meja makan. Berhadapan dengan Nakahara.
"Aku sedang tidak enak
badan."
"Kalau begitu seharusnya kau
istirahat di kamar." kata Seiko lagi, namun kali ni hanya disambut dengan
keheningan yang menetap selama beberapa menit.
"Ibu..."
"Ya? apa ada sesuatu yang
mengganggumu?"
"Tadi ibu kemana?"
"Ibu tadi ke pasar." jawab
Seiko menyeka rambutnya. Nakahara melihat kesekeliling kembali.
"ibu selalu ke pasar, tapi
aku tidak pernah melihat belanjaan ibu."
"Sigh, Naka, kita harus
selalu membeli sesuatu saat ke pasar kan?"
"Lalu apa yang ibu lakukan
di pasar?"
"ibu hanya menemui teman
disana. tunggu dulu, kenapa kau sangat ingin tahu?" Seiko mengerutkan
keningnya.
"Tidak, tidak apa-apa."
dan Lagi keheningan membatasi keduanya.
"Ibu, tadi aku bertemu
Sharie." Nakahara kembali membuka perbincangan dengan tema yang berbeda.
"Benarkah? bagaimana
kabarnya? oh, ibu rindu dengan gadis manis itu."
"Dia terlihat sehat."
jawab Nakahara singkat. "Tapi ada perkataannya yang menggangguku."
"Oh, pertengkaran antar
sahabat memang sudah biasa, tapi kalian selalu bisa berbaikan kan."
"Bukan, bukan itu. Sharie
bilang aku sudah dua tahun menghilang. apa itu benar?" Seiko terdiam
sejenak mendengar pertanyaan anaknya.
"Oh sayang, seharusnya kau
yang paling tahu akan hal itu." kata Seiko tersenyum.
"Tapi aku tidak mengingat
apapun bu. sejak terbangun dari tempat itu, aku tidak bisa mengingat
semuanya." Nakahara terdengar frustasi.
"Tenanglah. memang butuh
waktu, tapi kau pasti bisa."
***
"Jadi, siapa namamu?"
tanya Sharie setelah meletakkan dua milkshake dan french fries di atas meja. Mereka
saat ini sedang berada di sebuah cafe tidak jauh dari tempat mereka bertemu.
"Ryu-ryuko desu." jawab
gadis berhodie yang duduk dihadapan Sharie.
"Lalu, apa maksud ucapanmu
mengenai Nakahara, Ryu-chan?"
"Dia... dia itu berbeda, kau
harus menjauhinya, dia hanya akan mEmbuatmu terjebak dalam kesulitan."
tanpa sadar Ryuko menaikkan suaranya. dia memang tidak terlalu pandai berbicara
dengan orang lain. Setelah menyadari hal itu, Ryuko cepat-cepat meminta maaf.
"Benarkah? Kalau begitu
terima kasih Ryu-chan, sudah mau mengingatkanku walau kita tidak tidak saling
kenal sebelumnya." kata Sharie tersenyum mendengar hal itu Ryuko hanya
mengangguk kecil.
"Tapi... Naka-chan adalah
sahabatku, sesulit apapun situasinya, aku tidak akan meninggalkannya begitu
saja." lanjut Sharie.
"Tapi..."
"Tidak apa Ryu-chan. sekali
lagi terima kasih." Sharie memotong ucapan Ryuko sebelum menyeruput
milkshake miliknya.
To be continue...